SITUBONDO – Pekerjaan proyek infrastruktur dengan nilai anggaran lebih dari Rp 2 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Situbondo tahun 2025, melalui Dinas PUPP Bidang Bina Marga, menjadi sorotan setelah didapati dikerjakan tanpa kehadiran pengawas maupun pelaksana teknis di lokasi.
Saat media melakukan pantauan langsung, terlihat hanya beberapa pekerja dan tukang yang melakukan aktivitas tanpa arahan dari pihak kontraktor atau konsultan pengawas. Yang lebih mengundang perhatian, para pekerja tampak memungut dan memilah batu yang terdapat di area sekitar lokasi untuk kemudian dijadikan sebagian bahan material pekerjaan.
Praktik tersebut dinilai tidak lazim, mengingat proyek konstruksi berskala miliaran rupiah seharusnya menggunakan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam dokumen kontrak. Pemilihan material secara manual dari sekitar lokasi dikhawatirkan dapat mengurangi kualitas konstruksi dan berpotensi menimbulkan kerusakan dini pada struktur yang dibangun.
Ketidakhadiran pengawas proyek dan pelaksana kegiatan juga diduga melanggar ketentuan standar pelaksanaan proyek pemerintah, sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang mewajibkan adanya pengawasan teknis melekat untuk menjamin mutu dan akuntabilitas pekerjaan.
Ketua Umum LSM TRABAS, Deni Riko, angkat bicara terkait dugaan pekerjaan proyek pengaspalan yang disinyalir tidak sesuai spesifikasi teknis.
Menurutnya, berdasarkan pemantauan di lapangan, ditemukan adanya indikasi bahwa sebagian material batu yang digunakan untuk campuran aspal diduga berasal dari lokasi sekitar proyek, bukan dari surduk (Surat Dukungan) sebagaimana seharusnya sesuai aturan pelaksanaan konstruksi.
“Kami melihat ada dugaan penggunaan bahan baku yang tidak sesuai ketentuan. Jika benar batu tersebut diambil dari lokasi sekitar tanpa standar mutu dan tanpa izin tambang, maka ini bukan hanya soal kualitas proyek, tetapi juga menyangkut aspek hukum,” tegas Deni Riko, Selasa 28 Oktober 2025.
Ia menjelaskan bahwa setiap proyek pengaspalan wajib mengikuti Spesifikasi Umum Bina Marga, termasuk kualitas agregat yang harus memenuhi standar, serta ukuran butir tertentu. Dalam proyek yang dibiayai dari keuangan negara, semua material wajib jelas asal usulnya dan harus dari tambang yang memiliki izin resmi (IUP).
“Kalau ini benar terjadi, maka jelas berpotensi merugikan negara dan masyarakat. Kualitas jalan bisa cepat rusak, retak, dan mengelupas. Kami tidak ingin proyek semacam ini hanya bagus saat difoto, tapi rusak dalam waktu singkat,” sambungnya.
LSM TRABAS, kata dia, mendorong Dinas terkait serta APIP maupun APH untuk melakukan pemeriksaan langsung ke lokasi pekerjaan dan menelusuri dokumen suplai material.
“Kami tidak menuduh, tetapi meminta agar hal ini diusut secara profesional. Kebenaran harus dibuktikan. Jika ada pelanggaran, harus ada tindakan tegas,” tutupnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas PUPP Situbondo maupun kontraktor pelaksana belum memberikan penjelasan terkait temuan tersebut.
Bersambung. . . . . . .

Tinggalkan Balasan